Dakwah, Bukti Nyata Pecinta Syafaat.
Masa
berganti, namun tak mengubah derai cinta dihati. Bunga kehilangan wanginya saat
hembusan angin sedikit demi sedikit menjatuhkan sarinya, namun bunga tak pernah
membenci angin. Mentari bersinar terik, namun malam yang indah dihabiskan oleh
insan dengan melelap tidur begitu pulas. Rasul telah pergi, namun cinta terhadap
umatnya tak pernah mati, meski umatnya lari menjauh pergi. Dakwah seperti air, namun
manusia seolah benci meliriknya. Hamparan sandiwara membentang luas menampakkan
penjara bagi mereka yang sadar, bahwa Allah telah menjanjikan Syurga. Namun apa
daya? Terlalu jauh tapak tilas manusia membumikan dunia dengan nafsu yang buta
akan kebenaran.
Bukanlah
tentang yang terbaik atau yang pertama, namun semua ialah proses menuju kedewasaan. Waktu
akan menujukkan konsistensi dalam wujud nyata. Semua bergerak dinamis seperti
mesin diesel yang berputar dan akhirnya mampu bergerak dalam fungsi dan tujuan
yang telah demikian adanya. Begitu pula manusia yang telah mengambil perannya dalam
kehidupan. Dari setiap sisi kehidupan, radio mengambil peran dalam tranfusi
kaidah informasi. Namun hanya segelintir komunikasi yang berbuah menjadi
Dakwah, selayaknya mentari yang terbit memulai fajar, radio Seulaweut hadir
menjadi yang pertama dalam mengudara di ibu kota Serambi Mekkah. Memberikan
cahaya kepada insan yang rela membagi waktu dalam syiar agama.
Muhammad
bukanlah Nabi awal, namun keakhirannya menjadi bukti nyata jika kesempurnaan
ialah menyatukan sejarah yang bermuara dari awal Penciptaan. Memperbaiki hal demi hal masa lampau yang kemudian bergerak
secara perlahan, hingga meraih kesempurnaan. Setiap detik ialah pelajaran yang
merotasikan kaidah kesukaran dengan kemudahan, hal serupa yang menjadi lebih
indah, kekhilafan menjadi suatu dinamika tafakkur, suatu pelajaran mampu kita
raih demi mendapat langkah kecil yang kemudian bergerak maju dalam kearifan.
Begitu sulitnya, namun betapa manisnya saat detik terlewati oleh hausnya dahaga
terhadap cinta yang begitu dahsyat mengenai hakikat kata “esok harus lebih baik
dari hari ini”. Karena esok bukanah cermin yang menjadi refleksi hari kemarin,
yang esok kita mampu untuk mencoba menjjadi lebih baik. Semangatnya Rasulullah terpatri
dalam setiap senandung shalawat, namanya terukir manis dalam basah lidah mereka
yang dekat dengan Rabb dan Habib-Nya, dan langkah panutan Baginda selalu berada
tepat dihati insan yang senantiasa mencintai Rasul-Nya dan menyiarkan ajarannya, yang tidak pernah buta
dalam gelap, tak tuli dalam rintihan derita umat, dan tak pernah bisu dalam
kata yang mengingatkan janji Tuhan jika hidup bersama Allah dan Rasul-Nya ialah
Syurga.
Cermin
memberitahuku sesuatu, meski dalam diam, ia berkata lebih banyak daripada yang orang
lain sampaikan. Kelahiran ialah awal untuk sebuah akhir, setiap hal mempunyai
kaidahnya tersendiri. Namun disatu sisi kita mengambil peran dalam kehidupan
orang lain. Maka sebaik-baiknya manusia ialah yang menjadi manfaat bagi yang
lainnya, bukan seperapa kita mampu terbang jauh dengan sejuta impian yang
terwujud. Namun seberapa lebar sayap kita untuk merangkul mereka agar tidak
terjatuh dalam hinanya dunia. Lewat udara, kini Dakwah menyebar. Kurasakan dari Sebuah Radio dengan nama Seulaweut.
Cita Cinta
Cita Cinta
Kutemukan kata itu saat masa orientasi kampusku yang biasa lebih dikenal dengan nama OPAK, Nurkhalis namanya. Dia merupakan salah satu Dosen Sosiologi yang kini menjadi guru yang sekaligus temanku dikampus biru itu. "Cita Cinta" - "Kejar saja dulu citanya, yakin deh kalau Cintanya bakal datang dengan sendirinya". Begitulah tuturnya dalam satu paparan dari serangkaian paparan materi yang ia sampaikan.
Kuhitung mundur perlahan, kusimak ulang dengan begitu cermat, serta terlihat mengerut dahiku saat kata-katanya mulai membuat bintang-bintang bertaburan diatas kepala, "hahahaha" begitulah umpamanya saat kucoba mengerti apa yang ia sampaikan. Pemahamannya tentang kehidupan kutangkap.
Namun, perjalanan hidup yang beda akan membuat persepsi dan lika-liku kehidupan setiap manusia akan berbeza pula, kalau tema mungkin saja sama. Judulnya, ya kekurangan insan dalam menggapai tujuan.
Cita dan Cinta bagiku ialah sebuah metafora dari bagaimana usaha demi cinta terlaksanakan bukan sekedar dari kata, melainkan tindakan dengan hasil nyata. Dasarnya ialah suatu esensi dari tujuan yang kamu targetkan, yang kemudian kamu ikat dengan pita berwarna doa, dan kamu pikul dengan usaha yang berat namun tidak berhenti hingga tujuan. Hidup ini sekali namun tetap berlanjut bagi mereka yang kita tinggalkan, maka Citaku merupakan hal yang ingin kugapai demi kebahagiaan mereka yang kucinta. Munafik jika aku tidak mengharapkan cinta lainnya, namun kurasa cukup saat yang kucinta merasa bahagia dengan cita yang kugapai.
Demi mereka yang begitu menikmati beban dengan peluh bercucuran, mereka yang rela dalam sabar memberi satu alasan untuk sebuah kehidupan, demi mereka yang siap bersama merasakan duka, itulah, sebuah cinta yang kini cintaku untuk mereka. Sebanyak apapun, sehebat apapun, bahkan telah menjadi siapapun. Kutuliskan Cita ini demi Cinta yang memberiku arti untuk menjadi seseorang.
~Bedeng
Tag :
Cita Dan Cinta,
Sapa Saja Bedeng
Sapa Saja Bedeng
Salam sobat. Perkenalkan namaku Riski Ramadhan (Hz), sapa saja Bedeng. Bukan Nama keren namun begitulah nama yang melekat padaku (oleh mereka teman-temanku) semenjak aku duduk di MTsN Lhokseumawe. Berasal dari sebuah kota dengan julukan "Metro Dolar" menjadikanku seorang perantau di kota Banda Aceh. UIN Ar-Raniry yang menjadi kampus impianku semenjak SD merupakan tempatku menjembatani cita-citaku. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI / Fakultas Dakwah) menjadi pelabuh cita-cinta yang kini kunikmati senikmat saat ku meneguk secangkir kopi Kantin Dakwah (yang menjadi kesukaanku) yang menajadikanku harus mencaci maki "si Bedeng" saat mengeluh. Satu buku dari Dale Carnigie yang berjudul "Petunjuk Hidup Tentram Dan Bahagia" yang beraliran filsafat merupakan buku favorit yang menjadi santapan dukaku.
Mengenai Hobi, Musik (pensiun), Futsal harga mati, motret-motret, dan film maker, serta muhasabah merupakan hiasan hari-hariku sebagai Riski Ramadhan si "Bedeng".
Paris merupakan kota yang akan kutuju. Impianku sederhana, berkarya dan bermanfaat bagi mereka yang mengenalku. Sebuah prestasi yang mampu mereka sambut dengan suka dan tawa, tanpa merenggut siapa aku.
Satu Wanita yang kucintai hingga akhir hayatku, yang seharipun aku tidak bisa melupakannya ialah Alh. Ibundaku tercinta. Yang kudoakan dan besar yakinku ia bahagia di-Sana, dengan dukungan dan senyumnya yang menemani serta menatapku dikalaku mengahdapi suatu penjara yang kusebut "Dunia".
Moto hidupku ialah "Hidupku untuk mereka, dan itu semua karena-Nya".
Tag :
Profil,
Kampus Impian
Kampus Impian
Jika
kuliah sama dengan kerja, dan kerja didapat dari kuliah, maka tidak kuliah sama
dengan pengangguran. Begitulah logika matematika dasar menghitung saat siang, ditemani
sengatan matahari memas-manasi mahasiswa untuk tidur. Bukan sembarangan
perhitungan, karena seperti yang telah kuhitung, surveiku mengatakan bahwa
opini mahasiswa yang mengatakan hal tersebut setidaknya mencapai 30%. Mungkin
dariku hanya applause tanpa dukungan buat mereka. Pada dasarnya kuliah
merupakan suatu jenjang pendidikan berlabel “Maha” yang membentuk kader impian,
dengan tingkat intelektual dan kematangan dalam iptak dan iptek. Namun realita
persaingan untuk merebutkan kecilnya lapangan kerja, membuat kebanyakan orang terasa begitu picik dengan menganggap kuliah
merupakan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan. Meski dasarnya kampus merupakan
salah satu jembatan yang menghubungkan antara “kamu dan impianmu”. Sehingga
dalam proses ini ada baiknya kita menyadari untuk memaksimalkan diri demi membangun
jembatan kokoh nan indah, agar kelak kita dapat melewatinya tanpa rasa khawatir
jatuh saat menggapai impian.
Kali
ini aku beralih kepada surveiku yang lainnya, yaitu mereka yang tidak
mengatakan kampus tempat untuk mendapatkan kerja, atau sebagai tempat mendapat
S1 ataupun D3, bukan juga yang mengatakan kampus sebagai tempat hura-hura,
apalagi sebagai tempat mendapatkan gadis dan menjadi idola. Kali ini berbeda,
dimana aku bertemu mereka yang sudah yakin jika kampus mampu memberikan
kontribusi selama kita mau “berakit-rakit kehulu, berenang kita ketepian,
bersakit-sakit dahulu, bersenang kita kemudian”. Tidak salah dan luar biasa,
sungguh, bagaimana tidak membuaku berdecak kagum, dengan kata yang diplomatis,
serta bukti IP tertinggi, mereka membuat yakin kalau aku belum membangun jembatan
impianku seindah milik mereka.
Tepat
didepan cermin, kali ini aku mencoba menanyakan hal yang kurasa berbeda dari
kata orang, namun akan begitu sama dengan opiniku, karena kuwawancarai diriku
sendiri. Kutangkap setiap kata yang dituturkan oleh objek dari dalam pantulan
cermin. Ia mulai berbicang mengenai pahitnya perjuangan dalam menempuh proses
pendidikan diperkuliahan, kemudian proses dimana ia harus menyesuaikan diri
terhadap lingkungan baru dan bla la bla. Sehingga pada akhirnya kami pada bab
mengenai harapan terhadap kampus agar dapat menjadi sebuah kampus impian.
Tidak
muluk-muluk, pada dasarnya benar saja mahasiswa berjuang keras belajar pada
tahap perkuliahan demi mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu rasanya sangat
ingin agar dapat menikmati bangku perkuliahan
yang dipenuhi oleh orang-orang yang kompeten dan ahli dibidangnya. Pasti
hal itu akan terlihat dari banyaknya alumni yang telah sukses. Sehingga berbagai
instansi akan melirik kampus sebagai produsennya para ahli yang terampil. Dengan
demikian mahasiswa memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan lapangan
kerja. Apalagi jika berhasil menembus ranah internasional, bukan menghayal
untuk mendapatkan beasiswa ataupun bekerja diluar negeri, jika alumni mampu
unjuk gigi dengan prestasi membanggakan, dan juga menjadi tenaga kerja yang
luar biasa. Mimpiku dan sebagian lainnya untuk menjejaki hal itu.
Namun
untuk membentuk kader yang berkualitas, dibutuhkan beberapa hal agar mampu
menigkatkan mutu pendidikan. Hal pertama dalam mewujudkan kampus impianku
ialah, kampus yang dipenuhi oleh tenaga pengajar yang professional, karena
tidak sedikit mahasiswa yang malas berkuliah dikarenakan oleh ketidakkehadiran
dosen pada proses perkuliahan. Bahkan terkadang ketidakhadiran dosen yang
bersangkutan diinformasikan pada saat mahasiswa telah hadir diruang. Bagiku
sebagai suatu hal yang sangat mendasar jika kedisiplinan dan profesionalitas
harus begitu ditekan.
Disamping
menginginkan kampus hijau dan suasana yang nyaman, seperti kebanyakan keluhan
lainnya, fasilitas yang tidak mendukung. Laboratorium, ruang belajar, serta
sarana yang mendukung proses belajar lainnya. Sehingga akan memaksimalkan
proses belajar, dan juga mengikuti sistem belajar dari Negara yang telah maju
dalam dunia pendidikan. Siapa tau kita bisa mengikuti kemajuan dalam dunia
pendidikan yang kita entah berada dimana posisinya, ujarku. Namun disamping itu
juga tidak menyampingkan nilai keislaman yang kurasa wajib diterapkan sebagai
rujukan.
Unit
Kegiatan Mahasiswa, saya yakin, ini yang membuat kampus terasa begitu ramai
dengan berbagai ilmu yang bukan didalam ruangan, dan pengalaman yang belum
didapat sebelumnya. Dengan berbagai macam jenis Unit Kegiatan Mahasiswa yang
mendukung bakat dan minat, menjadikan mahasiswa lebih aktif dalam
mengekspresikan diri. Unit Kegiatan Mahasiswa yang luar biasa, membuat kampus
impianku benar-benar terwujud. Proses mendapatkan teman sehobi dan membangun
relasi dengan berbagai komunitas. Menjadi suatu wadah yang menampung
kreatifitas anak muda dalam melakukan action demi sebuah karya. Dengan demikian
mahasiswa akan lebih berkembang baik dari segi kreatifitas maupun mental. Bagaimana
tidak, Unit Kegiatan Mahasiswa pastinya menggembleng anggotanya untuk dapat
menjadi kader unggulan, yang mampu menjadi senjata untuk membunuh miskinnya
prestasi.
Sambil
melihat kedalam cermin, sambil menelaah impianku terhadap kampusku. Suatu perwujudan
yan mestinya kuiringi dengan tidak hanya menerima, tapi harus kuselingi dengan memberi,
memberikan prestasi kepada kampusku. Yang sederhana dan kupercaya kini perlahan
menuju kearah penggapaian sebagai kampus impianku.
Tag :
Kata,
Ilmu Dan Amal
Tentang Berilmu dan Beramal
Berkata - Ibnu Salam " Siapa yang disebut ilmuan? Jawabnya : " Yaitu, mereka yang melaksanakan ilmunya. Lalu, apa faktor penyebab lenyapnya ilmu dari dada manusia? " Tamak, (yakni) seorang rakus menyalahbgunakan ilmunya, hingga seakan akan ilmunya telah hilang dari dadanya".
Terkadang pernahkah terlintas dbenak kita sahabat, jika kita mungkin tak ubah bagai unta yang membawa beribu buku, dengan jutaan kata yang membentuk kesatuan ilmu. Yang dari tiap bagiannya mungki pernah kita mengetahuinya. Namun, apa alasan dari pernyataan saya jika kita tak ubahnya bagai unta penanggung ilmu tersebut? Maka dalam hal ini sebagai manusia dengan kapasitas ilmu terendah saya sendiripun ragu untu menjawab. Namun apa yang dikatakan menantu Rasulullah SAW, yaitu Ali bin Abi Thalib saya rasa dapat dijadikan acuan dalam menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Beliau berkata " Orang pandai jika tidak mengamalkan ilmunya, orang enggan menimba ilmu dari padanya, sebab ilmunya tidak bermanfaat pada dirinya, sekalipun ia telah menghimpun ilmu sebanyak-banyaknya. Pada zaman Bani Israil. ada orang menghimpun ilmu sejumlah 80 peti besar ilmu, lalu Allah memberitahu kepadanya lewat NabiNya: "Seandainya engkau tambah lagi dua kali lipat ilmu yang ada padamu, tetap tidak ada arti bagimu, sepanjang engkau tidak mengamalkan 3 perkara, yaitu: Jangan senang harta (dunia), karena bukanlah tempat permukiman tetap bagi orang mukmin. Jangan berkawan dengan setan, karena ia bukan kawan orang beriman (mukmin). Jangan menyakiti atau mengganggu sesama mukmin, karena hal itu bukan sifat orang mukmin."
Dalam realita kehidupan, ilmu diubah haluannya dari dasar antologi ilmu itu sendiri, dasar yang berbanding terbalik dengan aksiologi ilmu itu sendiri, tidak mampu lagi membawa ilmu itu kepentas ide dasar pembentukan ilmu (kebaikan yang bersifat universal). Akhirnya, perwujutan ilmu menjadi amal yang merusak dunia.
Dalam hal keseharian - Raalita pembodohan menjadi prioritas untuk dijadikan bahan diskusi, banyak orang yang dilebihkan ilmunya oleh yang Maha Kuasa, namun berkuasa sesukanya terhadap ilmunya. Pembodohan, aksi tipu-tipu, dan semacamnya.Efeknya, mereka yang berada dalam situasi yang terbelakang tidak mampu berkembang. Hal ini saya saya maksudkan dalam hal pergaulan, diskriminasi etnis, dan pembodohan publik,
Sungguh jika ilmu itu terlihat, maka pada hakikatnya dapat terlihat dari wujud amal baik yang dipraktikkan oleh tiap insan itu sendiri. Yang bermanfaat bagi dirinya dan semama. Maka jika "padi semakin berisi semakin merunduk" akan indah jika "padi" tersebut mampu menjadi beras, nasi, dan tepung. Sehingga dapat bermanfaat dan dimanfaatkan untuk banyak hal dalam mengenyangkan umat dari rasa laparnya kita terhadap "ilmu" dengan berbagai rasa yang berbeda.
Wallaahu A'lam ~
Wallaahu A'lam ~
Sumber : Tanbihul Ghaafilin
Tag :
Kata,
Senjaku
Senjaku
Birumu...Terkikis putih kelabu
Hamparan ladang putih awan
Menuntun asa untuk memenuhi warna
Pelangi
Yang melengkung oleh bias
Oleh sisa rintik hujan yang kurasa berkah
Jinggamu...
Menggoda burung untuk pulang
Ditengah kerumunan yang sepi manusia yang mencari arah
Yang mentari tidak akan pernah
Pergi dan kembali selamanya
Ia saat itu pergi dengan waktuku bersamanya
Peluh begitu terlihat
Tak beda dengan sisa hujan itu
Yang kemudian mengucur
Mengalir besama duka yang masih tertinggal
Bersama air mata yang mati oleh kehidupan
Biru jingga itu mengambil waktuku
Yang semula kugunakan untuk sekedar lamun
Aku terpaku dalam penjara jiwaku sendiri
Yang membiakkan alasan demi membantah faktaku
Bersamanya turun imajiku
Realita saat itu menepuk pundakku
Menyadarkanku jika telah habis waktuku bersama
Hidup kini mengambil alih
Kuungkapkan semua cita dan cinta yang menghimpit
Bukan gagal
Aku tau
Karena yang kuyakini bukanlah akhir
Saat asa masih memancar seperti senjaku
Ya....
Aku bangkit.
Karenamu, jingga dan biru.
Engkaulah, Senjaku.
Tag :
Kata,